Tari Tanggai, tari kebangaan masyarakat Palembang ini sering kita jumpai pada acara pernikahan adat Palembang, Sumatera Selatan. Namun, banyak masih adanya salah faham dalam pementasan Tari Tanggai itu sendiri. Karena itu, Yuk kita ulas lagi pengetahuan kita mengenai Asal-Usul Tari Tanggai.
(Sumber: Website, id.pinterest.com)
Baca Juga: Saibatin dan Pepadun, Dua Adat Pernikahan Unik Asal Lampung, Yuk Kita Lihat Perbedaanya!
Tari Tanggai konon katanya memiliki berbagai macam versi, oleh karena itu Tari Tanggai juga dikenal dengan tarian 1000 versi. Namun merujuk pada catatan sejarah yang ada, penciptaan Tari Tanggai tidak bisa dilepaskan dari dua tarian induknya, yaitu Tari Gending Sriwijaya dan Tari Tepak Keraton. Namun jauh sebelum kedua tari tersebut diciptakan, di Sumatera Selatan telah ada tari-tari yang dimaksudkan untuk pemujaan dewa, penolak bala dan bencana, dan sejenisnya, seperti contoh Tari Eray-Eray, Tari Sabung, dan Tari Burung Putih. Tari-tari ini juga turut menjadi akar daripada terciptanya tari Gending Sriwijaya dan Tari Tepak Keraton.
(Sumber: Website, id.pinterest.com)
Menurut catatan sejarah, Tari Tanggai muncul pada masa vakumnya pemakaian lagu Gending Sriwijaya akibat peristiwa G30SPKI sebagai pengiring tari sambut, pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan para seniman tari menggantikan lagu pengiring dengan lagu Melayu yang berjudul “Enam Saudara” sebagai lagu pengiring tari sambut.
(Sumber: Website, gramedia.com)
Baca Juga: Saibatin dan Pepadun, Dua Adat Pernikahan Unik Asal Lampung, Yuk Kita Lihat Perbedaanya!
Pada tahun 1968, semenjak diperbolehkan kembali lagu Gending Sriwijaya sebagai pengiring tari tersebut, maka Tari Tanggai, atau dikenal juga dengan Tari Tepak menjadi tari sambut yang ditampilkan dalam kegiatan-kegiatan resmi pemerintahan dan menyambut tamu yang bukan pejabat utama. Namun untuk lebih khusus seperti penyambutan tamu orang pertama layaknya presiden, perdana menteri, raja dan sebagainya, menggunakan Tari Gending Sriwijaya.
(Sumber: Website, indonesiakaya.com)
Tari Tanggai juga memiliki asal dari satu tari lainya yaitu Tari Tepak Keraton. Pada tahun 1967, seorang seniman berdarah bangsawan Palembang, Anna Kumari mendapatkan tugas menciptakan tari sambut yang sesuai dengan esensi daerah Palembang. Beliau menciptakan satu bentuk tari sambut dengan lagu “Enam Saudara” yang dipentaskan oleh kelompok musik tari pimpinan Wan Ahmad dengan menggunakan syair lagu ciptaan Anna Kumari.
(Sumber: Website, antaranews.com)
Baca Juga: Menarik! Yuk Lebih Mengenal Prosesi Tingjing dan Sangjit, Prosesi Khas Pernikahan Adat Tionghoa
Dalam Tari Tepak Keraton terdapat unsur gerakan silat yang diciptakan oleh Sultan Mahmud Badaruddin 2, yang dimana gerakan ini hanya dipelajari dalam lingkungan keraton saja. Dimana gerakan silat ini didapatkan dari R. Mantri Hamid, anak dari R. Hamid Ternate. Dalam penggunaan baju kurung beludru pada Tari Tepak Keraton tidak menggunakan pending, atau ikat pinggang alasanya karena agar tidak ketat di badan karena para penari adalah muslimah.
(Sumber: Website, kearifanlokalpalembang.id)
Berbeda dengan Tari Gending Sriwijaya yang mengagungkan kebesaran Kerajaan Sriwijaya, maka Tari Tepak Keraton ini mengagungkan kebesaran daripada Kesultanan Palembang Darussalam. Perbedaan nafas dari kedua tarian dimana Tari Gending Sriwijaya banyak mengandung unsur ideologi Buddha yang tercermin dalam syair lagu Gending Sriwijaya, maka Tari Tepak Keraton lebih mengambil banyak gerakan, busana, dan sikap etis yang berunsur Islami.
(Sumber: Website, gesahkita.com)
Baca Juga: Menarik! Yuk Lebih Mengenal Prosesi Tingjing dan Sangjit, Prosesi Khas Pernikahan Adat Tionghoa
Di masyarakat, kedua Tari Tanggai ini sama-sama telah dikenal dan ada pengikutnya. Kedua versi Tari Tanggai ini merupakan aset seni budaya Palembang yang masing-masing memiliki kelebihan sendiri. Masyarakat dapat memilih kedua tari versi tersebut yang akan digunakan sesuai dengan bentuk kegiatan yang akan diadakan.
Source By: Dinas Kebudayaan Kota Palembang: Tari Tanggai Selayang Pandang.
Written By: Muhammad Dhafa Athoriq